Belajar Untuk Tidak Jatuh

0
49

Pdt. Thomas Kilyon Kartomo,

Mungkin Allah yang Mahasuci membiarkan peristiwa kejatuhan menimpa anak-anak-Nya? Ia yang membenci dosa, masakan mengizinkan anak-anak-Nya jatuh dalam dosa?

Anak saya ingin belajar mengendarai sepeda. Atas dasar keinginan anak saya itu, saya membeli sepeda dan mengizinkan anak saya belajar nail sepeda. Tujuan saya membelikan sepeda adalah supaya ia bisa mengendarai sepeda. Dalam pikiran yang idealis saya ingin anak saya tidak jatuh saat belajar naik sepeda, karena itu saya berusaha memegangi sepeda dari belakang dan anak saya mengayuhnya di depan. Namun cara yang saya lakukan ini, rasanya tidak akan membuat anak saya bisa naik sepeda dengan baik. Saya harus melepaskan pegangan saya dan membiarkan anak saya melatih keseimbangan sendiri.

Ketika saya melepaskan pegangan, dalam pikiran saya berkata “oh, nanti dia akan jatuh.” Faktanya, anak saya jatuh. Lututnya baret-baret dan berdarah Besok paginya lagi, dan besok paginya lagi, dia minta izin untuk belajar naik sepeda. Ketika saya menginjinkan dia belajar naik sepeda lagi, saya sadar bahwa dia mungkin akan jatuh.

Saya menolerasi kejatuhan anak saya saat sedang belajar naik sepeda. Hal ini tidak dimaksudkab bahwa saya mengizinkan dia untuk jatuh. Namun karena untuk belajar naik sepeda itu ada resiko jatuhnya, maka saya menerima kejatuhan anak saya, sebagai bagian yang integral dengan belajar naik sepeda.

Jadi saya tidak pernah mengharapkan kejatuhan anak saya. Tetapi karena ketidakberdayaan dirinya dalam menguasai sepeda, maka saya membiarkan dia mengalami jatuh.

Demikianlah Allah memperlakukan kita, bahwa di dalam ketidakberdayaan kita, ada sisi-sisi atau situasi-situasi kehidupan kita yang Dia maklumi karena di sisi atau situasi itu, sebenarnya kita sedang dalam proses belajar. Seperti halnya perumpamaan anak yang hilang, yang meminta warisan kepada bapaknya. Saat warisan itu diberikan Bapak pasti tahu bahwa anak ini akan jatuh dengan warisan itu. namun dalam hal seperti itu, sang ayah tetap memberikan warisannya. Bahkan setelah anak itu melarat, sang bapak tersebut masih mau menerima anaknya.

RELATED ARTICLE  Refleksi Harian 10 April 2015