Jangan Menghina Yang Lama

0
55

Ada orang-orang yang meremehkan bahkan melupakan hal-hal yang lama, seperti pekerjaan atau komunitas atau sahabat lama yang pernah mendatangkan kegembiraan dalam hidupnya, hanya karena ia menemukan sesuatu yang baru yang menurutnya jauh lebih menarik. Mentang-mentang ada yang baru, yang lama diabaikan bahkan dilupakan begitu saja.
Sikap seperti ini mencerminkan ketidakmampuan dalam menilai sesuatu atau seseorang secara proporsional, sesuai zamannya. Sesuatu atau seseorang dinilai secara tak adil karena dilepas sedemikian dari konteksnya. Ini juga menunjukkan tingkat egoisme yang sangat tinggi dan miskinnya rasa syukur dari sang pemilik sikap.
Rasul Paulus, dalam 2 Korintus 3:7-9, menunjukkan sikap yang berbeda. Ia menempatkan sesuatu pada tempatnya, dan menilainya sesuai dengan manfaat yang diberi sesuatu itu pada zamannya. Meskipun sesuatu itu sudah tidak lagi relevan, ia tetap menghargainya berdasarkan berkat yang didatangkannya pada zamannya. “Pelayanan yang memimpin kepada kematian terukir dengan huruf pada loh-loh batu. Namun demikian kemuliaan Allah menyertainya waktu ia diberikan. Sebab sekalipun pudar juga, cahaya muka Musa begitu cemerlang, sehingga mata orang-orang Israel tidak tahan menatapnya. Jika pelayanan itu datang dengan kemuliaan yang demikian betapa lebih besarnya lagi kemuliaan yang menyertai pelayanan Roh!”
Paulus memang tak menyembunyikan keluarbiasaan hal baru yang telah ia temukan, yaitu Injil yang ia beritakan itu; namun hukum lama, yaitu Taurat, tidak ia remehkan. Ia tetap mengakui kemuliaan yang dilahirkan oleh Taurat itu pada zamannya.
Sikap seperti inilah yang pantas kita teladani. Ketika telah menemukan komunitas atau pekerjaan atau sahabat baru yang jauh lebih menakjubkan, yang lama jangan pernah dilupakan, apalagi dihina atau dijelek-jelekan. Bagaimanapun, yang lama itu pernah mendatangkan kegembiraan dan menjadi berkat dalam hidup kita.

RELATED ARTICLE  Ajaran adalah Identitas