Kartu Orange dan Kartu Biru di WCRC 2017

0
69
Kartu Orange dan Biru, untuk perserta Sidang WCRC 2017

Pdt. Cordelia Gunawan,

Selama persidangan WCRC saya sebagai delegasi dibekali dua buah kartu, kartu orange dan kartu biru. Dua kartu itu berguna saat saya sebagai delegasi harus memberikan persetujuan, jika saya setuju saya menunjukkan kartu orange, sebaliknya jika tidak setuju saya menunjukkan kartu biru. Metode seperti ini bukanlah metode voting namun metode ini digunakan untuk melihat sejauh mana sebuah keputusan itu diterima oleh berbagai kalangan.

Saat ternyata satu keputusan tidak diterima secara bulat walaupun hanya sedikit orang yang berbeda pendapat, mereka tetap ditanya apa alasan mereka tidak setuju, apakah mereka mau mengungkapkan atau mereka memilih tidak mengungkapkan. Di awal persidangan, saya merasa pengambilan keputusan ini agak membuang waktu. Namun setelah saya memikirkan dengan seksama saya menyadari sebuah kenyataan bahwa di sini setiap pendapat dihargai. Orang diajak untuk memikirkan dengan matang pendapatnya dan bertanggungjawab atas pendapatnya. Orang diajak untuk berani menyatakan pendapatnya yang berbeda untuk menunjukkan keragaman dan orang diajak untuk juga menghargai setiap kepelbagaian.

Kita dibesarkan dalam sebuah budaya dimana mayoritas memegang kunci. Minoritas seringkali dianggap tidak ada. Akibatnya minoritas tidak berani berbicara. Bahkan lebih parah lagi orang memilih untuk ikut arus dan menolak menjadi minoritas sekalipun minoritas adalah konsekuensi dari sebuah pilihan. Melalui pengalaman WCRC 2017 saya belajar bahwa setiap pendapat itu seharusnya diberi tempat. Saya belajar untuk berani mengungkapkan pendapat, berani tampil beda dan seharusnya kita menolak untuk diam, jika ternyata diam itu disebabkan karena kita takut.

Mari belajar memberi kesempatan kepada yang lain untuk berpendapat, mari membuka telinga dan membuka hati untuk mendengar dan memberi tempat kepada mereka yang berbeda pendapat dari kita. Mari juga belajar berani bersuara, sekalipun di dalam kehidupan kita tidak selalu mayoritas, jangan takut untuk berpendapat. Jangan takut untuk berbeda. Hanya mampu mendengar pendapat yang sama tidaklah istimewa namun mampu mendengar, menghargai dan berupaya memahami mereka yang berbeda barulah istimewa. Tuhan menolong kita.

RELATED ARTICLE  Pdt. Jotje H. Karuh Diteguhkan Sebagai Pendeta GKI Kebonjati