Meminta Pertolongan

0
70

Meminta pertolongan bukanlah hal yang mudah untuk dilakukan. Sebab ada beberapa hal yang diandaikan ketika meminta pertolongan. Meminta pertolongan mengandaikan, misalnya, pengakuan akan ketidakmampuan, pemberitahuan secara implisit atas keterbatasan atau kelemahan. Ini semakin sulit ketika permintaan pertolongan itu mesti dilalukan oleh seseorang dari posisi yang “lebih tinggi”, yang biasa menolong atau memerintah, kepada orang yang posinya “lebih rendah”. Dalam situasi seperti ini, menengadah tangan untuk meminta terasa sangat berat.

Sebaliknya, bila relasi yang terbangun dengan sesama adalah relasi persahabatan maka beban yang ada ketika meminta pertolongan itu akan terasa lebih ringan. Benar bahwa pengakuan atas ketakmampuan, keterbatasan atau kelemahan tetap tersampaikan, namun tak ada rasa malu atau rikuh yang besar, karena dia yang dimintai tolong adalah sahabat. Kita berani meminta tolong kepada sahabat karena kita tau bahwa dia tak akan menertawakan apalagi menghina kita atas ketakmampuan, keterbatasan atau kelemahan tersebut.

Inilah, menurut saya, yang terjadi dalam apa yang ditulis Paulus berikut ini: “Berusahalah supaya segera datang kepadaku, karena Demas telah mencintai dunia ini dan meninggalkan aku. Ia telah berangkat ke Tesalonika. Kreskes telah pergi ke Galatia dan Titus ke Dalmatia. Hanya Lukas yang tinggal dengan aku. Jemputlah Markus dan bawalah ia ke mari, karena pelayanannya penting bagiku. (2 Tim. 4:9-11)

RELATED ARTICLE  Refleksi Harian GKI