PERNYATAAN PEREMPUAN LINTAS IMAN MENYIKAPI KONDISI DARURAT KEKERASAN SEKSUAL

0
67

PERNYATAAN PEREMPUAN LINTAS IMAN
MENYIKAPI KONDISI DARURAT KEKERASAN SEKSUAL

Peristiwa perkosaan yang dilakukan secara berkelompok terhadap anak perempuan beberapa bulan terakhir ini menunjukkan bahwa kekerasan seksual di Indonesia sudah berada pada kondisi darurat. Kedaruratan ini membutuhkan tanggapan serius dari negara dan seluruh elemen masyarakat sipil. Menanggapi kondisi ini, kami Perempuan Lintas Iman yang terlibat dalam Lokakarya Perempuan dan Perdamaian Lintas Iman yang digagas oleh Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI), bekerja sama Gereja Kristen Sumba di Waingapu, Sumba, tanggal 10-11 Mei 2016, menyatakan:

Pertama, kekerasan seksual termasuk perkosaan yang dilakukan baik secara individu maupun berkelompok terhadap perempuan dan anak telah mengakibatkan trauma, stigma, dan kekerasan berlapis lainnya, bahkan kematian. Kekerasan seksual itu adalah kejahatan terhadap kemanusiaan.

Kedua, dukungan kepada korban dan keluarga agar tetap dikuatkan oleh Yang Maha Kuasa, terutama dalam menghadapi proses hukum untuk mendapatkan keadilan.

Ketiga, pejabat publik dan masyarakat untuk tidak melakukan kekerasan berikutnya kepada korban dan keluarga melalui pendapat dan pandangan yang menyalahkan korban.

Keempat, mendesak negara untuk memastikan adanya regulasi dan mekanisme perlindungan terhadap perempuan dan anak dari segala bentuk kekerasan. Oleh karena itu, kami mendorong pemerintah segera mensahkan RUU Kekerasan Seksual.

Kelima, mendesak negara untuk memberikan hukuman yang seberat-beratnya kepada pelaku kekerasan seksual demi memberi efek jera. Meskipun demikian kami menolak hukuman kebiri dan hukuman mati, sebab itu akan menimbulkan persoalan baru. Hukuman kebiri dapat menyebabkan pelaku mengalami masalah psikologis dan melakukan tindakan kekerasan lain yang lebih beringas. Hukuman mati tidak sesuai dengan sila pertama Pancasila, yaitu pengakuan akan Ketuhanan Yang Maha Esa, sebagai yang berhak mencabut nyawa manusia, sekaligus menyalahi hak asasi manusia, yaitu hak untuk hidup.

RELATED ARTICLE  Pelembagaan Bajem GKI Sutopo - Bakal Jemaat Pondok Makmur

Keenam, mendesak lembaga-lembaga keagamaan untuk mengembangkan kurikulum pendidikan anak dan remaja yang mengintegrasikan pendidikan seksual, kesehatan reproduksi, nilai-nilai perdamaian, antikekerasan, dan penghargaaan perbedaan. Selain itu lembaga-lembaga keagamaan perlu memfasilitasi proses trauma healing dan perlindungan bagi korban dan keluarganya.

Demikianlah pernyataan ini dibuat oleh 42 peserta dari Sumatera Utara, Lampung, Jakarta, Banten, Bandung, Jawa Tengah, Jogja, Jawa Timur, Kupang dan Sumba di Waingapu – Sumba Timur untuk menjadi perhatian semua pihak.

Waingapu, Sumba Timur, 11 Mei 2016