Pesan Paska BPMS GKI 2015

0
211

Peristiwa Paska dalam iman Kristen pada dasarnya memperlihatkan dua hal besar. Pertama, peristiwa Paska memperlihatkan perlawanan pada kematian, dan kedua, Paska adalah soal keberpihakan Allah pada kehidupan. ‘Perlawanan pada kematian’ merujuk pada sikap dan tindakan Yesus Kristus di dunia di mana Ia berusaha melawan keberdosaan manusiawi yang berbuah kematian. Perlawanan tersebut ditunjukkan oleh Yesus Kristus melalui kesetiaan tanpa rasa takut untuk hidup benar terus menerus melalui tindakan penuh belas kasih dan keadilan yang mempersatukan kehidupan manusia dan seluruh ciptaan. Sekalipun kematian menjadi akhir yang mengancam, tetapi kesetiaan dan tindakan penuh belas kasih serta keadilan Yesus Kristus tidak pernah dapat terhentikan. Karena itu iman Kristen, seperti yang disaksikan oleh Injil Yohanes, meyakini bahwa peristiwa kematian Yesus Kristus di kayu salib adalah sebuah peristiwa penuh kemuliaan. ‘Keberpihakan Allah pada kehidupan’ merupakan kelanjutan peristiwa salib sebagai perlawanan pada kematian. Hal ini merujuk pada keyakinan iman Kristen bahwa Allah membangkitkan Yesus Kristus dari kematian. Dalam peristiwa kebangkitan Yesus Kristus ini kita mengimani bahwa kehidupan semata-mata adalah anugerah dari Allah, dan Allah tidak pernah membiarkan tindakan penuh belas kasih serta keadilan berakhir begitu saja pada kematian. Pada dasarnya tindakan Yesus Kristus yang memperjuangkan dan mengajarkan belas kasih serta keadilan itu adalah soal merayakan kehidupan yang berkenan pada Allah Sang Sumber Kehidupan.
Merayakan Paska adalah sebuah sikap membiarkan kuasa Ilahi Roh Kudus menuntun Gereja untuk hidup seperti Yesus Kristus, merayakan kehidupan di dunia ini melalui sikap penuh belas kasih dan keadilan. Karena itu merayakan Paska tidak pernah boleh terbatas hanya pada ibadah formal melainkan harus mewujud dalam ibadah kehidupan kita semua di sini dan sekarang. Hal inilah yang juga menjadi jiwa dari tindakan pembangunan jemaat yang kontekstual. Melalui perayaan Paska setiap jemaat dan anggota jemaat di lingkup GKI diajak untuk
secara kritis mengevaluasi tindakan dan program-program yang sedang dan hendak dijalankannya. Hal ini juga bertepatan dengan kita memasuki bulan April sebagai awal tahun pelayanan umum di setiap lingkup GKI, baik di lingkup jemaat, klasis, sinode wilayah dan sinode. Setiap program-program pelayanan Gereja seharusnya bertanggungjawab untuk membimbing anggota-anggota jemaat agar mampu merayakan kehidupan melalui sikap penuh belas kasih dan keadilan dalam pengalaman hidup mereka masing-masing. Untuk mewujudkan hal ini kita perlu memiliki kerendahan hati untuk membiarkan pekerjaan Roh Kudus hadir dalam kehidupan kita sebagai Gereja. Dan pada saat yang bersamaan kita terus mengembangkan pengertian iman dan pemahaman atas pengalaman kontekstual kita sebagai manusia.
Pada saat ini situasi kontekstual yang dapat menjadi tantangan sikap iman dan konsep merayakan kehidupan adalah eksklusifitas iman. Eksklusifitas iman dapat menutup ruang untuk membangun persekutuan manusia yang lebih hidup. Sikap iman yang eksklusif adalah bentuk fanatisme dan radikalisme yang justru sejak awal dilawan oleh Yesus Kristus sendiri. Dalam dirinya eksklusifitas iman yang selalu enggan untuk bercermin pada kekinian dan menolak proses menafsirkan kembali sikap iman justru pada akhirnya menyingkirkan konsep belas kasih dan keadilan manusiawi yang lebih luas. Dengan kata lain eksklusifitas iman itu tidak merayakan kehidupan seperti yang dirayakan dalam peristiwa Paska. Eksklusifitas iman dapat terjadi di mana-mana termasuk dalam kehidupan kita bermasyarakat, bergereja dan berjemaat. Karena itu tantangan pembangunan jemaat yang terhubung dengan perayaan Paska pada masa kini adalah mengembangkan nilai-nilai teologis yang mampu menghidupkan sikap iman yang membangun inklusifitas dan menghadirkan belas kasih serta keadilan secara luas.
Jika di atas kita melihat persoalan yang bersifat teologis, hal lain yang juga memerlukan perhatian kita saat ini dan bersifat etis, adalah eksklusifitas pendapat. Eksklusifitas pendapat di sini adalah sikap anti dialog, anti pada perbedaan pendapat, keangkuhan, pemusatan kekuasaan dan pembenaran diri yang juga dapat kita temukan baik dalam kehidupan umum di masyarakat, organisasi-organisasi maupun kehidupan bergereja dan berjemaat. Ada banyak perselisihan antar kelompok, perpecahan bahkan peperangan yang mematikan didasari oleh hal ini. Muara dari eksklusifitas pendapat ini adalah tersingkirnya kembali sikap belas kasih dan keadilan yang menjadikan persekutuan, kemanusiaan dan kehidupan yang lebih luas sebagai pusat. Hal ini terjadi karena pusat dari eksklusifitas pendapat seringkali adalah pada diri sendiri atau pada kelompok dan bukan pada kerendahan hati untuk menghadirkan kehidupan. Di sini pembangunan jemaat yang terhubung dengan perayaan Paska kembali diperhadapkan pada tantangan untuk menghadirkan nilai-nilai etis kristiani di setiap lini, baik pimpinan gereja dan jemaat maupun anggota jemaat secara umum yang peduli pada kehidupan dan persekutuan yang lebih baik.
Pada akhirnya kami BPMS Gereja Kristen Indonesia dengan rendah hati hendak mengajak kita semua untuk merayakan Paska sebagai sebuah perayaan iman dan kehidupan yang wujud konkretnya adalah melalui setiap pelayanan dan kehidupan yang terus kita bangun dan kita perbaharui. Merayakan Paska pada dasarnya adalah keberadaan Gereja yang adalah murid Yesus Kristus yang tunduk pada Allah dan bersedia diperbaharui terus menerus oleh Roh Kudus. Selamat Paska. Selamat menggereja.
Teriring salam dan Doa,
Badan Pekerja Majelis Sinode GKI

RELATED ARTICLE  Pesan Pastoral Peringatan Sumpah Pemuda 2017

 

 

Pdt. Yahya Wijaya                              Pdt. Arliyanus Larosa
Ketua Umum                                            Sekretaris Umum