Refleksi Minggu Paskah 5 April 2015

0
69

Bahan: Kis. 10:34-43; Mzm. 118:1-2, 14-24; I Kor.15:1-11; Yoh. 20:1-18.
Kristus yang Bangkit tidak Membedakan Orang

Primordialism, secara natural melekat pada kehidupan seseorang ketika belum mengenal kemajemukan dunia tempat ia tinggal. Tak dapat disalahkan sepenuhnya apabila Petrus pun memiliki konsep yang sama. Pengalaman hidup bersama Saudara satu suku dan satu agama agak menyulitkan Petrus untuk bertemu ‘sesama manusia’. Meski sebagai satu dari dua belas murid yang hidup eksklusif dalam pelayanan bersama Yesus, tak membuat seseorang otomatis mengikuti pengajaran Yesus – meski seharusnya demikian.

Dengan 3 kali penglihatan yang sama di saat Petrus berdoa akan binatang berkaki empat yang dalam perspektifnya saat itu tergolong haram, ia diingatkan bahwa semua yang dicipta Allah adalah halal. Sebagai manusia, Petrus tak layak menyatakan haram terhadap apa yang Allah nyatakan halal. Saat itu Petrus sedang dalam perjalanan pelayanan di mana banyak menemui orang-orang bukan sebangsanya yang hendak mengikut Kristus. Melalui penglihatan tersebut, Petrus menyadari bahwa Allah tidak membedakan orang. Allah adalah Allah yang universal.

Perspektif cara berpikir Petrus pun berubah. Ia belajar menjadi pemimpin yang inklusif. Syarat mengikut Tuhan, asalkan seseorang takut akan Tuhan dan mengamalkan kebenaran, maka Allah berkenan kepadaNya.
Sebagai orang-orang yang terlahir di bumi Indonesia, bukankah kita patut mensyukuri karya Tuhan, karena berada di tengah kemajemukan ras dan agama? Sudahkah kita mengembangkan sikap inklusif terhadap ‘sesama’ kita? Jadilah teladan pengikut Allah yang unversal dengan sikap inklusif dalam kehidupan sesehari. (US)

RELATED ARTICLE  Refleksi Harian 26 Mei 2015