IMAN, OBAT ANTI TAWAR HATI
I Sam. 8:4-20; Maz.138; II Kor. 4:13-15:1; Mar.3:20-35
Film Shaolin, yang dibintangi antara lain oleh aktor Andy Lau, Jackie Chan dan Nicholas Tse,
menceritakan kepemimpinan seorang Jenderal besar yang diperankan oleh Andy Lau. Sang jenderal
yang saat itu sedang berjaya, sanggup melakukan apa pun kepada siapa pun yang menentangnya.
Bahkan, siapa saja yang lari darinya dan bersembunyi di biara atas gunung, termasuk Biksu pimpinan
biara pun tak lepas dari kekejamannya, dibunuh tanpa belas kasihan. Singkat cerita, suatu hari anak
buah sang jenderal mengkhianatinya, menyebabkan kematian anak perempuan tunggalnya, sedang
istrinya meninggalkannya dengan penuh penyesalan dan tuduhan terhadap dirinya sebagai
penyebab hilangnya nyawa sang puteri. Dalam keadaan tawar hati, tak berpengharapan, putus asa,
kehilangan: teman, anak buah, tahta, harta, dan keluarga, ke manakah sang jenderal melarikan diri
dari angkara murka anak buahnya yang hendak membalas dendam atas kebengisannya dulu? Ya….ia
menuju ke atas gunung, ke biara! Tempat dirinya pernah mengejar musuhnya yang bersembunyi dan
tanpa ampun membunuhnya, termasuk membunuh Biksu tua pimpinan biara yang melindungi
buruannya!
Samuel sebagai Imam Tuhan yang saat itu beranjak tua, mengalami penolakan oleh bangsa Israel
yang dipimpinnya. Apalagi kedua puteranya tidak menunjukkan sikap kepemimpinan dengan takut
akan Tuhan. Puteranya ditolak, dirinya sebagai pemimpin juga ditolak, karena Israel meminta
seorang raja seperti bangsa-banga lain di sekitar Israel saat itu. Tentu tidak mudah baginya
menerima perlakuan bangsa Israel, karena ia sudah ada di Bait Allah dan belajar menjadi pemimpin
sejak masa kanak-kanak. Namun Tuhan mengingatkan Samuel, bahwa bukan dirinya yang ditolak,
tapi Israel menolak Tuhan – pemimpin yang tak kelihatan itu. Dalam siatuasi tertolak, Samuel
sebagai pemimpin memilih datang dan berbicara kepada Tuhan.
Paulus dalam II Korintus 4:16, mengajak umat untuk tidak tawar hati. Bahkan di saat manusia
lahiriah merosot – saat usia menapaki senja. Ketika kita beriman kepada Tuhan, maka usia boleh tua
namun manusia batiniah (hati manusia) dibaharui dari sehari ke sehari. Beriman kepada Tuhan,
menghantar setiap umat percaya untuk menjalani pergumulan hidup di dunia ini dengan penuh
pengharapan. Sehingga dalam segala situasi, kita dapat mengatasi permasalahan ketika apa yang
menjadi harapan tidak berjalan beriringan dengan kenyataan hidup kita.
Tawar hati, bisa menghinggapi siapa saja, dalam status dan fungsi sosial apa pun. Bahkan dalam
segala usia, dari yang muda pun Samuel yang berusia senja. Dan di saat tawar hati yang berakibat
putus asa, manusia membutuhkan waktu untuk retreat, mundur dari segala hiruk pikuk dunia untuk
mengenali kembali diri dan tugas panggilannya di tengah dunia. Pilihan untuk tawar hati memang
beragam, seperti: sensitif karena merasa ditolak, galau, keinginan bunuh diri, perasaan bersalah
yang berlebihan dan selanjutnya. Apakah dengan tawar hati, lalu masalah akan selesai? Tentu saja
tidak. Tawar hati adalah masa ketika pengharapan dan kenyataan tidak berjalan beriringan. Dan di
lubuk hati manusia yang terdalam, kita diingatkan akan hubungan diri dengan penciptaNya.
Bagaimana iman kita kepadaTuhan, dapat menyambut masalah yang menderanya? Kita perlu terus
bergumul dalam iman kepada Tuhan, sehingga dapat memahami maksud Tuhan dalam kehidupan
kita. Mari bergumul bersama Tuhan. (Pdt. Untari Setyowati)