Bersiaplah Hadapi Perubahan!

0
477
Pdt. Albertus Patty

SINODEGKI.ORG – Benar bila orang mengatakan akan terjadi perubahan besar dalam cara kita hidup dan cara kita beragama, meski kita tidak tahu sebesar apa perubahan yang akan terjadi nanti. Tetapi perubahan apa pun selalu bersifat ambigu. Pasti ada yang positif dan pada saat yang sama menghasilkan konsekuensi negatif. Apa yang harus kita lakukan adalah mempersiapkan diri menghadapi perubahan itu.

Bila kita belajar dari sejarah ada hal yang sangat menarik karena kejadian yang kita alami kini memiliki kesejajaran dengan peristiwa penting pada abad pertengahan di Eropa. Maksud saya adalah adanya gerakan Reformasi Protestan yg mengubah total cara orang Kristen memandang institusi agama dan cara mereka berelasi dng Tuhan. Gerakan Reformasi diawali oleh dua peristiwa besar yang menggemparkan dunia, dan terutama Eropa sebagai pusat peradaban dunia saat itu. Kedua peristiwa itu adalah wabah pes dan penemuan mesin cetak di Wittenberg, Jerman. Wabah pes membinasakan lebih dari sepertiga penduduk Eropa, termasuk lebih dari setengah rohaniawan saat itu. Sementara penemuan mesin cetak di Jerman memungkinkan buku-buku dan Kitab Suci dicetak secara massal sehingga orang tidak lagi bergantung kepada para imam karena memiliki akses langsung untuk membacanya. Mereka pun semakin kritis.

Sekarang kita mengalami dua peristiwa besar sekaligus yaitu wabah Covid-19 dan Revolusi Industri 4.0. Penyebaran Covid-19 makin meluas dan telah memakan banyak korban. Ada banyak yang sembuh, tetapi ada juga yang meninggal. Pola persebaran yang makin meluas akan memaksa pemerintah, atas nama kebaikan kita, memaksa kita untuk mengarantina diri. Belajar, bekerja dan bahkan beribadah harus dilakukan dari rumah. Kita wajib mengisolasi diri, suka atau tidak suka. Tidak ada pilihan. Pola relasi dalam berumahtangga pun akan berubah. Efeknya, rumah tangga bisa semakin kuat, tetapi bisa juga runtuh. Isolasi diri menciptakan persoalan berat karena kita adalah makhluk sosial, tetapi juga karena ada tujuh puluhan juta orang Indonesia yang bergantung pada aktifitas ekonomi non-formal yang membutuhkan perjumpaan fisik. Efek lain dari isolasi diri ini, kita semakin bergantung pada beberapa orang yang mengatur jalannya roda politik dan ekonomi. Kita menjadi pasif. Demokrasi terancam runtuh.

RELATED ARTICLE  Refleksi Harian - 22 Juli 2015

Pada saat yang sama kita juga mengalami Revolusi Industri 4.0 yang membuat kita berhubungan dan menyelesaikan semua tugas secara online. Ada banyak perubahan yang terjadi: cara kita hidup, cara kita berelasi dengan sesama, cara kita bekerja dan cara kita beribadah. Untuk sementara, entah sampai kapan, tidak ada kegiatan berjemaah. Persekutuan fisik pun berhenti total. Kita menggeser physical community menjadi digital community. Komunikasi menjadi artificial. Semua aktifitas dan komunikasi dilakukan secara online. Ke depan pasti dibutuhkan etika baru dalam berkomunikasi online.

Intinya, pasti akan ada lebih banyak lagi perubahan yang terjadi. Bahkan berbagai perubahan yang sangat menyolok. Tetapi kita tidak bisa memprediksi bagian mana saja yang berubah dan perubahan macam apa yang akan terjadi karena perubahan ini masih dan terus terjadi. Baik perubahannya maupun cara kita merespon sedang berproses mencari bentuk. Yang pasti kita harus mempersiapkan diri kita dan mrmpersiapkan generasi muda kita agar mereka mampu menghadapi setiap perubahan besar yang terjadi dengan cara yang kreatif dan positif. Mereka yang tidak siap dan tidak mampu beradaptasi dengan perubahan yang ada akan termarjinalkan dan akan mengalami frustrasi berat. Tugas kita adalah mempersiapkan generasi muda agar mereka mampu beradaptasi terhadap perubahan dan bahkan mampu menjadi aktor yang mentransformasi setiap perubahan. Artinya mereka ikut menentukan agar perubahan apa pun yang terjadi memiliki dampak positif bagi bangsa, bagi kemanusiaan dan bagi kelangsungan alam raya.

(Pdt. Albertus Patty adalah penulis, narasumber dan pendeta GKI Maulana Yusuf, Bandung)