WCC Menghormati Komunitas Adat Dunia

0
151
Sidang pleno pada “Conference on World Mission and Evangelism”, di Arusha, Tanzania, pada 2018. (Foto: Albin Hillert/WCC)

SINODEGKI.ORG – Dewan Gereja Sedunia (World Council of Churches/WCC) bergabung dengan banyak orang dalam acara penghormatan kepada komunitas adat di seluruh dunia pada 9 Agustus 2020. Perserikatan Bangsa-Bangsa menetapkan hari itu sebagai “Hari Masyarakat Adat Sedunia”. Tahun ini secara khusus penghormatan ditujukan kepada masyarakat adat yang mencari solusi dalam menghadapi pandemi Covid-19, dan untuk memimpin jalan dalam kehidupan berkelanjutan pasca-Covid- 19.

“Kami menghormati ketangguhan dari banyak komunitas adat di seluruh dunia, yang meskipun menghadapi kesulitan dalam pandemi saat ini, terus berbicara kepada kami secara profetik,” kata Pelaksana Tugas Sekretaris Jenderal WCC Pdt Prof Dr Ioan Sauca, yang dilansir oikoumene.org pada 7 Agustus 2020.

“Mereka berbicara kepada kami tentang pentingnya terhubung secara spiritual dengan Sang Pencipta, ciptaan-Nya, dan satu sama lain.”

Mereka yang merayakan hari istimewa itu juga mengakui bahwa pengalaman masyarakat adat, baik dalam kehidupan bermasyarakat maupun dalam kehidupan bergereja, sebagian besar masih merupakan kisah pengucilan dan penindasan yang berkelanjutan.

Terlepas dari kerentanan itu, ketahanan, kebijaksanaan, dan pengetahuan mereka untuk hidup secara berkelanjutan di era pasca-Covid sangat diakui oleh gereja dan orang lain di seluruh dunia.

Pada saat pandemi Covid-19 telah meningkatkan ketidaksetaraan dan kerentanan yang ada, beberapa komunitas justru masih belum memiliki akses ke air minum yang memadai.

Pada masyarakat adat yang sudah tidak memiliki akses yang memadai ke sistem perawatan kesehatan, layanan keuangan dan sosial, Covid-19 membuat akses ke layanan itu semakin sulit. Bahasa dan komunikasi merupakan penghalang tambahan pada saat mereka sangat membutuhkan informasi tentang pandemi atau akses ke layanan, yang biasanya tidak diterjemahkan ke dalam bahasa asli.

Mengancam Kelangsungan Hidup

Bagi banyak komunitas adat, Covid-19 tidak hanya menimbulkan ancaman kesehatan yang berkelanjutan, tetapi juga lebih mengancam kelangsungan hidup dan keberadaan mereka. Pandemi mempengaruhi orang tua dan orang-orang dengan kondisi medis yang sudah ada sebelumnya, dan hilangnya orang tua pasti berarti hilangnya budaya.

RELATED ARTICLE  Pdt. Handi Hadiwitanto dan Pdt. Danny Purnama, jabat Ketum dan Sekum BPMS GKI

Komunitas adat cenderung hidup secara komunal, dan banyak yang sudah memiliki kondisi medis sebelumnya menempatkan mereka pada risiko tinggi dalam pandemi.

Secara ekonomi, banyak masyarakat adat bergantung pada ekonomi informal, memperoleh pendapatan melalui kerajinan tangan, menjual makanan dan produk di pasar, melakukan pekerjaan musiman, dan pariwisata. Penguncian atau isolasi berarti hilangnya pendapatan dan mata pencaharian. Sayangnya, di beberapa negara, pemerintah memanfaatkan pandemi untuk mengeksploitasi dan menindas masyarakat adat.

Karena itu, berkaitan dengan penduduk asli/masyarakat adat, WCC memprioritaskan penyembuhan dan transformasi, sebagai upaya mewujudkan realitas dan otoritas penuh kehidupan adat di dalam WCC, gerakan ekumenis, dan dunia. (oikoumene.org/at)