Melawan Teror

0
110

Pdt. Juswantori Ichwan,

Anda datang ke gereja hari Minggu pagi. Berpakaian rapi. Membawa Alkitab. Mengharapkan pagi itu akan menjadi pagi yang menyegarkan lewat sapaan firman Tuhan. Terbersit sejenak apa yang akan anda lakukan sehabis kebaktian. Bertemu beberapa teman gereja dan mungkin mengajak makan siang bersama. Bayangkan apa yang anda rasakan, ketika suara dentuman keras tiba-tiba terdengar. Sebuah bom meledak di tempat parkir gereja. Dalam situasi mencekam, anda harus berlari keluar dari gereja, seraya menyaksikan pemandangan mengerikan di halaman gereja. Pemandangan yang tidak ingin anda lihat, dan tidak mudah untuk anda lupakan. Bayangkan apa yang anda rasakan, ketika tahu bahwa orang yang menjadi korban adalah orang-orang yang anda kenal, bahkan mungkin anda kenal baik.

Teror bom di gereja-gereja di Surabaya berdampak besar bagi mereka yang menjadi anggota jemaat di ketiga gereja. Ia menimbulkan rasa duka, takut, dan trauma. Mungkin juga bercampur dengan rasa tidak mengerti, mengapa – di rumah Tuhan – semua itu bisa terjadi. Ruang ibadah yang dalam bahasa Inggris sering disebut dengan “sanctuary” (artinya tempat berlindung; tempat mengungsi yang aman), mendadak menjadi tempat yang sangat tidak aman. Tempat terjadinya teror. Umat Tuhan di tiga gereja pasti tengah mengalami pergumulan berat. Utamanya keluarga dari mereka yang menjadi korban. Namun juga mereka yang selama ini telah menjadikan gereja itu sebagai rumah ibadah mereka. Semacam rumah kedua. Kita perlu terus memberi mereka dukungan, baik dalam doa maupun karya. Lebih luas lagi, dampak teror ini juga bisa meluas pada warga Kristiani di Surabaya, juga di kota-kota lain di Indonesia. Orang bisa kuatir saat pergi ke gereja. Ada rasa tidak aman.

RELATED ARTICLE  Latihan Rohani dalam Ibadah

Tujuan aksi teror memang bukan sekedar menciptakan pembunuhan, tetapi juga menebar ketakutan. Kata “terror” artinya “ketakutan yang luar biasa” (extreme fear). Teror diciptakan untuk mengintimidasi orang agar hidup dalam ketakutan. Jika kita sudah berhasil dibuat takut luar biasa, dengan mudah kita bisa bersikap over protektif. Misalnya: tidak lagi mau datang ke gereja, curiga dan benci dengan kelompok tertentu, membangun tembok permusuhan dengan mereka, lari ke luar negeri, dan lain-lain. Kita bisa mengambil banyak keputusan tidak bijak, pada saat dikuasai oleh ketakutan.

Itu sebabnya, para teroris bukan hanya terdiri dari “orang lapangan” (para pelaku aksi bom bunuh diri), melainkan juga melibatkan mereka yang menebarkan benih ketakutan seluas mungkin. Yang paling efektif adalah lewat media sosial. Ketika foto dan video korban serangan bom diunggah ke media sosial, mereka tahu bahwa berita itu akan cepat sekali menjadi viral, karena menimbulkan rasa ingin tahu. Orang bakal kaget setengah mati melihatnya, lalu tanpa sadar menyebarkannya. Akibatnya? Kita bukannya bersimpati kepada para korban, malah menjadikan musibah yang mereka alami sebagai tontonan di layar handphone kita. Lantas, kita terperangkap dalam rasa takut setelah melihat apa yang kita tonton, dan….menyebarkannya kepada orang lain! Tanpa sadar, kita telah diperalat untuk ikut menebar teror. Itu sebabnya, salah satu cara mengurangi dampak terorisme adalah dengan tidak menonton, melihat, atau menyebarkan foto atau video semacam itu. Klik “delete”, bukan “forward”, bahkan sebelum anda melihatnya. Apalagi sampai anda fwd ke WA Group STOP✋

Cara lain untuk menangkal teror adalah dengan tidak membiarkan hidup kita dikuasai oleh ketakutan. Aksi teroris memang selalu menakutkan, namun kita perlu melawan rasa takut melumpuhkan semangat hidup kita. Dalam tahun liturgi, kita sedang berada di masa penantian akan datangnya Roh Kudus (novena). Gereja-gereja sedang mengadakan Kebaktian Doa setiap malam, menjelang Pentakosta. Sebuah nas di Alkitab mengingatkan kita: “Sebab Allah memberikan kepada kita bukan roh ketakutan, melainkan roh yang membangkitkan kekuatan, kasih dan ketertiban” (2Tim 1:7).
Teroris menebar “roh ketakutan”, namun Roh Kudus menghadirkan “Roh Kekuatan, Kasih, Ketertiban.” Roh Kudus akan memampukan kita untuk tetap hidup rukun dengan rekan2 dan tetangga sekitar, yang umumnya juga membenci terorisme dan ingin hidup dalam damai.

RELATED ARTICLE  Sambutlah Masalah Dengan Hati Terbuka

Menjelang Pentakosta, jangan biarkan gereja kita dikuasai oleh roh ketakutan. Marilah kita melawan ketakutan. Dalam Kristus, mari kita berseru: “Kami berduka, tetapi kami tidak takut.” (JTI)