Basudara

0
260
Jan Calvin Pindo

SINODEGKI.ORG – Jan Calvin Pindo, Presiden Joko Widodo menyatakan, kemajemukan di Indonesia merupakan anugerah dan keniscayaan. Lebih dari itu, kemajemukan menjadi modal untuk kemajuan bangsa. Untuk itu, keterbukaan masyarakat dan toleransi perlu dibangun dan terus menerus diperkuat.

Kemajemukan membuat kita semakin kaya berimajinasi dan semakin dewasa. Tak hanya itu, kemajemukan akan menjadi bagian tak terpisahkan dari kemajuan ekonomi. Presiden menilai masyarakat dunia akan semakin majemuk akibat perkembangan zaman yang tak bisa dihindari. Kemajuan infrastruktur dan membaiknya konektivitas mempermudah hal itu.

Semua ini disampaikan oleh Presiden Joko Widodo dalam sambutannya saat membuka Forum Titik Temu Kerja Sama Multikultural untuk Persatuan dan Keadilan yang diselenggarakan oleh Nurcholish Madjid Society, Jaringan Gusdurian, dan Maarif Institute di Jakarta pada hari Rabu, 18 September 2019. [Kompas, 19 September 2019, hal. 3]

Pernyataan Presiden yang akrab disapa dengan Jokowi mengingatkan setiap kita bahwa Indonesia pada dirinya adalah negeri  yang penduduknya majemuk. Sejak awal berdirinya, Indonesia sudah mencanangkan kemajemukan sebagai jati diri bangsa melalui semboyan Bhinneka Tunggal Ika.

Pesan itu sendiri semakin mendapatkan tempatnya ketika kemajemukan di Indonesia mengalami ancaman. Kemajemukan dipandang oleh sekelompok orang sebagai ancaman. Perbedaan hendak dinafikan dan digantikan dengan penyeragaman dalam segala bentuknya.

Hal ini sudah barang tentu tak dapat dibiarkan dan tak boleh terjadi. Bagi Indonesia, khususnya, kemajemukan adalah keniscayaan. Menyangkali hal ini berarti hendak meniadakan Indonesia.

Satu di antara keragaman yang dimiliki oleh Indonesia adalah pulau-pulau yang dihuni oleh berbagai macam suku. Dari sekitar 17.000 pulau-pulau yang berserak di Indonesia, tersebutlah pulau Papua nun di ujung timur Indonesia.

Kata orang, Papua adalah sekeping surga yang turun di Indonesia.

RELATED ARTICLE  Sahabat Bagi Semua! Mungkinkah?

Ungkapan ini bisa jadi betul dan tak berlebihan. Hanya dari berbagai gambaran yang dituturkan oleh banyak buku suci bahwa surga [apa pun sebutannya dalam berbagai agama]  adalah tempat yang sangat indah. Tempat yang setiap orang ingin masuk ke dalamnya. Begitulah Papua.

Dengan hutan yang sangat lebat, di dalamnya tersimpan berbagai flora dan fauna khas Papua. Beberapa di antaranya bahkan sudah dilindungi dan tak boleh dibawa keluar Papua. Sumber daya alamnya luar biasa. Yang paling terkenal tentu saja tambang emas di Freeport. Papua juga menjadi penghasil kopi yang dicari banyak orang. Kopi Wamena dapat disebut sebagai trade mark dari Papua.

Masyarakat Papua dapat memperoleh berbagai kebutuhan sehari-hari dengan mudah. Berbagai sumber makanan tersedia secara berlimpah di seluruh hutan Papua. Binatang-binatang buruan juga mudah didapatkan. Obat-obatan tradisional juga disediakan oleh alam. Pendeknya, mereka dapat memperoleh dengan mudah segala apa yang jadi kebutuhan sehari-hari. Tak ada yang perlu disimpan di rumah sebagai persediaan.

Tentu saja kita dapat menderetkan lebih banyak lagi berbagai keindahan surgawi yang ada di Papua. Satu lagi yang paling mutakhir adalah ditemukannya wilayah Raja Ampat yang sangat eksotis dengan berbagai isi lautnya. Semoga situs ini dilindungi dengan baik.

Papua, sekeping surga di bumi Indonesia.

Tapi sayang seribu kali sayang, surga itu hampir kehilangan keindahannya. Masyarakat Papua khususnya, tak dapat lagi menikmati seluruh keindahan itu dalam damai.

Keindahan Papua ternyata menarik hati sebagian orang yang pada awalnya mungkin sekadar ingin mengeksplorasi sekeping surga itu, namun pada akhirnya mereka justru mengeksploitasinya. Alih-alih mengusahakan dan memelihara sekeping surga di bumi Indonesia, mereka justru merusaknya.

RELATED ARTICLE  GKI tentang kekerasan berkedok agama di Indonesia

Eksploitasi tak hanya terjadi pada alam, bahkan juga pada masyarakat Papua. Penambangan emas di Freeport yang sudah berlangsung  selama lebih dari 50 tahun, tak memberikan keuntungan bagi seluruh masyarakat Papua. Bahkan, dari berbagai berita yang dapat ditelusuri, yang terjadi justru mengakibatkan perpecahan, bukan saja antara masyarakat Papua dengan mereka yang disebut pendatang, tetapi juga di antara masyarakat Papua sendiri.

Modernisasi yang cenderung dipaksakan justru berakibat buruk pada masyarakat Papua. Cara pandang yang keliru dengan menempatkan mereka – dan juga kebanyakan yang di luar Jawa pada masanya – sebagai suku terasing, terkebelakang, sudah barang tentu amat sangat tidak tepat. Hanya karena mereka memiliki cara dan gaya hidup yang berbeda, bukan berarti mereka primitif.

Atas nama modernisasi dan pembangunan, ada upaya-upaya untuk mencabut masyarakat Papua dari berbagai macam tradisi luhur yang sudah mereka jalani seumur hidupnya.  Seolah hendak dikatakan bahwa pola hidup yang mereka jalani selama ini adalah keliru.

Memang dalam kehidupan ini orang tak dapat menafikan modernisasi dengan semua perangkatnya. Namun modernisasi tak perlu dimaknai sebagai upaya untuk menghapus semua yang lama begitu saja. Modernisasi sejatinya upaya untuk menjadikan kehidupan manusia menjadi lebih baik. Jadi bila karena modernisasi ada kehidupan yang yang justru menjadi lebih buruk, maka perlu dilakukan evaluasi untuk menemukan kekeliruan yang ada lalu memperbaikinya agar kehidupan manusia semakin baik.

Berbagai cara pandang yang bias terhadap masyarakat Papua pada gilirannya menempatkan mereka sebagai pihak yang terasing. Akibatnya jelas, orang akan memandang mereka sebagai pihak yang terpisah. Semua ini berimbas juga pada cara orang memperlakukan mereka.

Alih-alih dilihat sebagai bagian dari bangsa, masyarakat Papua justru mengalami pengasingan di negeri sendiri. Menyedihkan.

RELATED ARTICLE  Tampil Kinclong

Kembali pada pernyataan Presiden Joko Widodo tentang kemajemukan sebagai keniscayaan bangsa, maka saat ini setiap warga negara Indonesia diajak mengingat kembali akan keniscayaan tersebut. Indonesia, dalam perspektif historis kemerdekaan, terbentang dari Sabang sampai Merauke. Itu berarti, Papua adalah bagian tak terpisahkan dari Indonesia.

Papua, sebagai kesatuan yang utuh, harus diperlakukan sama baiknya dengan semua bagian Indonesia. Papua bukan orang asing, bukan musuh yang harus dilenyapkan. Perpisahan bukan dan tidak pernah boleh menjadi pilihan bagi seluruh wilayah dan warga negara Indonesia.

Papua bersama dengan seluruh bagian Indonesia lainnya adalah satu kesatuan. Untuk itu, ada 1 kata yang sangat kuat untuk menggambarkan kesatuan dalam kemajemukan Indonesia : BASUDARA.

Kita semua basudara.

Bersatu dalam perbedaan.

Saling menerima dan mengakui.

Menjadikan keragaman sebagai kekayaan

bukan ancaman

aaahhhh……wangi kopi Amungme dan lezatnya kue gulung abon Manokwari makin meneguhkan bahwa tak ada alasan untuk berpisah

Kita…

basudara!!

Jan Calvin Pindo adalah penyiar radio dan Pemimpin Redaksi Radio Pelita Kasih 96,3 FM.