Pythagoras Cup and Greed

0
100
Phytagorean Cup. Foto: VineFair

Pdt. Em. Kuntadi Sumadikarya,

Suatu hari putri saya dan saya tiba di daerah pertokoan. Bukan kebetulan kami melihat poster besar yang berbunyi: “one poundsterling on everything” Kami paham ini adalah toko serba £1, seperti chainshop “Daiso” Jepang di mana semua barang yang dijual harganya sama. Di Singapore serba dua Singdol di Jepang serba seratus Yen. Di Indonesia serba dua puluh delapan ribu lima ratus rupiah (mungkin konversi USD2), dst.

Putri saya tiba-tiba bertanya: “Papi haus gak? Aku mau beli minuman di dalam yang £1.” Saya tidak haus jadi saya jawab: “Papi tidak haus. Beli aja buat kamu”. Lalu ia masuk ke toko £1 itu. Tidak lama ia muncul dengan membawa dua botol minuman. Sejatinya saya ingin berkata: “Kan papi bilang gak haus, kenapa beli dua botol?” Namun sebelum saya mengucapkan komplain itu, putri saya yang cerdas menjelaskan dan bukan bela diri: “Mereka bilang satu botol £1, dua botol juga £1. Jadi aku ambil dua…”

True story ini sudah sering saya sisipkan dalam khotbah di jemaat-jemaat. Biasanya saya langsung bertanya: “Kalau saudara, ambil berapa?” Secara spontan jemaat beramai-ramai menjawab: “Duaaaa!!” Sambil tersenyum saya lalu menegaskan: “Itu namanya serakaaah!” Biasanya jemaat tertawa-tawa. Rupanya penegasan itu toh terkena kepada putri saya sendiri juga.

Apakah saya sedang menjelek-jelekkan putri saya sendiri? Ah tidak, di sini ada persoalan besar. Putri kebanggaan kami ini adalah dokter yang studi spesialisasi dan bekerja di Jerman. Menurut saya dia seorang perempuan berhati emas dan bermental baja. Selalu bersedia menolong orang lain, tidak pernah merugikan orang lain apalagi menyakiti orang lain, kecuali kalau ia sedang menyuntik pasien tentunya.

RELATED ARTICLE  PERTIMBANGAN JANGAN MEMENJARAKAN

Serakah adalah naluri egois manusia. Naluri kita semua. Tidak mengenal puas. Seperti kata pemazmur: “… kerongkongan mereka seperti kubur yang ternganga …” (Mz.5:10//Rm.3:13). Cerita di atas bukanlah sekadar persoalan satu atau dua botol minuman. Namun persoalan keadilan. Berapa banyak orang yang punya satu mobil ingin mobil kedua? Berapa banyak orang yang sudah punya satu rumah memiliki rumah kedua ketiga dst? Berapa banyak orang yang sudah punya 10 pabrik masih ingin 100 pabrik lagi. Keserakahan tak pernah puas. Bermacam dalih pembenaran ditemukan. “Kalau bisnis ini tidak saya ambil, orang (etnik, ras, agama) lain yang akan mengambilnya.”

Keserakahan adalah masalah keadilan. Kita berbelanja di toserba milik orang kaya tanpa menawar Sebaliknya jika berbelanja ke orang kecil (di pasar, K5, asongan) kita selalu menawar habis-habisan. Itu tidak adil! Namun seperti kata penulis Surat Petrus: “hati mereka telah terlatih dalam keserakahan.” (2 Pet.2:14). Padahal penulis Surat Efesus mengungkapkan, “keserakahan disebut sajapun jangan di antara kamu, sebagaimana sepatutnya bagi orang-orang kudus.” (Ef.5:3).

Ada juga yang berkata: “Habis orang kecil kalau pasang harga gak kira-kira…” Apakah itu berarti pemilik toserba tidak memasang harga gak kira-kira? Bahkan tiap hari ada diskon besar, diskon berlipat-lipat, yang kalau dihitung harga akhirnya sebenarnya sama saja dengan tanpa diskon. Sekali lagi konsumen lebih suka “dibodohi” kelas atas ketimbang berbela rasa kepada kelas bawah. Hobi konsumen menawar habis-habisan selalu tertuju kepada orang kecil. Padahal mereka berjualan untuk hidup keluarganya sehari-hari, bukan untuk menjadi kaya. Kalau Anda berhasil menawar orang kecil; Anda tidak bertambah kaya. Kalau Anda tak berhasil menawar orang kecil Andapun tak bertambah miskin

RELATED ARTICLE  Refleksi Harian 8 Mei 2015

Dalam Sidang Raya Dewan Gereja-gereja Dunia ke-10 di Busan – Korea Selatan tahun 2013. Hal keadilan dibahas baik dalam sidang pleno maupun 22 workshop pelbagai bidang dengan tema keadilan yang sama. “God of Life, lead us to Justice and Peace” Dalam salah satu workshop tersebut saya diminta jadi salah satu panelis. Namun ketimbang presentasi saya, lebih menarik presentasi rekan panelis asal Yunani, Dr. Lucas Andrianos, dari Academy of Crete, Chania, Yunani.

Andrianos memperkenalkan keajaiban Pythagoras cup, yang secara sains mencerminkan kebudayaan Yunani kuno mengenai bahaya keserakahan. Seperti kita tahu Yunani Kuno adalah negara adidaya sebelum Romawi. Bahkan pada zaman Romawi berjaya, kebudayaan Yunani terus hidup dan dominan.

Cangkir Pythagoras tersebut berbentuk seperti cangkir biasa, kecuali didalamnya ada tonggak berpipa. Selain itu di mulut cangkir ada garis pembatas. Ajaibnya cangkir ini kalau diisi melewati garis pembatas, maka seluruh isi cangkir akan merembes melalui pipa didalamnya. Ini menyimbolkan orang tak boleh serakah mengisi cangkirnya melebihi batas. Selama tidak melewati batas, orang dapat minum dari cangkir tersebut. Itupun tidak bisa dilakukan sampai kering yang ditandai oleh kemiringan cangkir. Bilamana hal itu dilakukan, karena kemiringan cangkir maka isi yang tersisa juga akan merembes keluar lewat pipa tadi. Ini menyimbolkan orang tidak boleh menghabiskan isi cangkir untuk dirinya sendiri. Ada bagian bagi orang lain di cangkir itu, yang jika diabaikan bagian itu akan lenyap dari dirinya. Jika Anda penasaran, Pythagoras cup dengan rinciannya bisa dipelajari dari Google.

Cerita Injil tentang Anak yang Terhilang membenarkan teori Pythagoras cup. Anak bungsu yang egois, serakah itu juga durhaka. Ia meminta warisan yang belum menjadi haknya. Ini sama dengan berharap bapanya cepat mati saja. Keserakahannya terpenuhi. Semua pembaca cerita ini selama berabad-abad tahu apa tragedi yang kemudian menimpanya. Ia berakhir tanpa punya apa-apa. Hanya karena pertobatan dan cinta Sang Bapa, ia menemukan happy ending.

RELATED ARTICLE  Diantara dua pilihan : Allah atau dunia

Serakah adalah naluri tapi bukan hakikat manusia. Jika keserakahan diredakan barulah keadilan dan damai sejahtera dapat terwujud; baik dalam diri sendiri, keluarga, masyarakat, negara maupun dunia. (KS, 11 Maret 2018)